Penangkaran, Upaya Nyata Pelestarian Jalak Bali

Jalak Bali/ Bali Myna
Jalak Bali atau Curik Bali adalah burung pesolek. Bulunya putih klimis, tubuhnya ramping dan suaranya merdu. Membedakannya dengan kelompok jalak-jalakan cukup mudah, yaitu warna biru pada kulit sekitar mata dan jambulnya yang Panjang. Jalak Bali adalah burung endemik, di dunia hanya dijumpai di Bali, itupun sebatas di Bali bagian barat yaitu Taman Nasional Bali Barat (TN Bali Barat). Burung ini sangat ikonik, bahkan sejak tahun 1991 Jalak Bali ditetapkan sebagai mascot Provinsi Bali.

Burung Jalak Bali memiliki nama latin Leucopsar rothschildi, burung ini pertama kali ditemukan oleh ahli satwa berkebangsaan Inggris yaitu Dr Walter Rothschildi pada tahun 1910. Pada saat perjumpaan pertamanya yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal ilmiah, disebutkan populasinya sekitar 500-900 ekor. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebaran Jalak Bali terbanyak yaitu di kawasan bubunan-Buleleng hingga Gilimanuk.

Burung Jalak Bali adalah maskot dari Balai TN Bali Barat. Burung Jalak Bali sejak tahun 2014 ditetapkan sebagai satwa prioritas TNBB dan Balai KSDA Bali yang harus ditingkatkan populasinya sebesar minimal 3% di alam di dua lokasi yang berbeda. TN Bali Barat fokus peningkatan populasi di habitat aslinya (in-situ), sementara Balai KSDA Bali fokus pada peningkatan populasi hasil pelepasliaran di luar habitat aslinya (di luar TN Bali Barat) bekerjasama dengan Yayasan Begawan pada awalnya yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan FNPF.

Deskripsi Jalak Bali

Jalak Bali atau dalam Bahasa inggris Bali myna, adalah burung dari suku Strunidae (Jalak) berukuran sedang sekitar 21-25 cm. Burung memiliki bulu dominan putih, keuali pada bulu sayap/primer dan bulu ekor yang berwarna hitam. Kulit terbuka sekitar mata berwarna biru dan kaki abu-abu. Iris abu-abu, paruh abu-abu dan kuning. Burung yang sempat diperdagangkan secara illegal dengan harga ratusan juta ini, memiliki berat tubuh sekitar 107 gram.  

Habitat dan kebiasaan

Jalak Bali di kawasan TN Bali Barat menyukai tipe ekosistem berupa hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, hutan sabana, dan hutan musim dataran rendah. Jalak Bali mampu hidup pada rentang elevasi yang cukup luas, yaitu dari ketinggian 210 hingga 1.144 mdpl.

Jalak Bali bersarang pada lubang pohon, mereka tidak dapat membuat lubang sarang namun memanfaatkan lubang sarang bekas burung pelatuk atau takur atau lubang alami (gowok) yang ada di pohon. Salah satu pohon yang pernah dijumpai sebagai sarang adalah pohon kelapa di kebun penduduk sekitar TN Bali Barat. Sekali berbiak, Jalak Bali umumnya menghasilkan telur sebanyar 2-3 butir, telur berwarna hijau kebiruan berukuran sekitar 3 cm dengan masa pengeraman antara 15-17 hari.

Jalak Bali Nyaris Punah

Beberapa dasa warsa setelah burung ini ditemukan, atau sekitar tahun 1970 populasi Jalak Bali mengalami penurunan. Hasil monitoring populasi pernah dilakukan dan hasilnya tinggal sekitar 112 ekor. Masa kritisnya yaitu data monitoring populasi pada tahun 2005-2006, populasi Jalak Bali tercatat hanya tinggal 6 ekor saja di alam. 

Dilansir dari laman Indonesia.go.id masifnya perburuan liar Jalak Bali disebabkan tingginya permintaan untuk dijadikan koleksi diikuti melambungnya harga satwa tersebut di pasaran domestik dan internasional menjadi penyebab utamanya. Penyebab lain yaitu tingkat deforestasi dan alih fungsi lahan sebagai kawasan pemukiman menjadi penyumbang penyebab kelangkaannya di alam.

Kebijakan Pelestarian Jalak Bali

Untuk menekan makin menurunnya populasi Jalak Bali, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan perlindungan satwa liar, diantaranya yaitu:

  1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
  4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Kebijakan-kebijakan berupa peraturan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi tekanan perburuan dan perdagangan illegal terhadap jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa Liar terancam punah di Indonesia, salah satunya yaitu Jalak Bali.

Upaya Peningkatan Populasi

Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholers). Yang paling gencar dilakukan yaitu penindakan tegas bagi para pemburu, pedagang dan kolektor satwa ini. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) termasuk jajarannya di daerah yaitu TN Bali Barat dan Balai KSDA Bali, sering mengadakan program pelepasliaran ke habitat aslinya, baik yang didapat dari hasil penyitaan atau sumbangan dari penangkar atau lembaga konservasi di luar negeri.

Terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan tentang penangkaran tumbuhan dan satwa liar, ternyata direspon baik oleh masyarakat. Saat ini terdapat 252 pemegang izin penangkaran di Provinsi Jawa Tengah, 31 lainnya di Jawa Timur dan 21 lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta serta 16 di Bali. Beberapa dari penangkar tersebut telah melakukan kewajiban untuk melakukan restocking minimal 10 persen dari total perkembangbiakannya untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya.

Pasca kegiatan pembinaan habitat dan pembinaan populasi yang dilakukan oleh pengelola (TN Bali Barat) dan beberapa pihak. Indonesia.go.id dan beberapa sumber mengatakan bahwa populasi Jalak Bali di alam terus mengalami tren peningkatan. Pada 2015 tercatat 75 ekor, Angka tersebut bertambah tiap tahunnya, yaitu pada 2017 terdapat 81 ekor dan naik menjadi 109 ekor pada tahun 2018. Pada 2019 jumlahnya telah menjadi 256 ekor dan pada tahun 2020 telah berkembang 355 ekor. 

Grafik Tren Populasi Jalak Bali di TN Bali Barat

Status Perlindungan

Pemerintah melalui beberapa peraturan dan terakhir berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 tahun 2018, Jalak Bali atau Bali Myna (Leucopsar rothschildi) ditetapkan sebagai satwa liar dilindungi. Demikian juga dua lembaga internasional yang bergerak dibidang konservasi, Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES) dan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) bersepakat menyatakan bahwa satwa endemik ini wajib dilindungi. CITES memasukkan Jalak Bali ke dalam kategori Appendix I. Artinya Jalak Bali dilarang untuk diburu serta diperdagangkan kecuali generasi kedua hasil penangkaran (resmi) dan kegiatan perdagangan luar negeri (ekspor) harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari skretariat CITES. Sedangkan, IUCN dalam Red Data Book telah memasukkan Jalak Bali dalam status status Kritis atau Critically Endagered (CR) dua tahap menuju punah atau Extinct. Status Critically Endagered memiliki arti memiliki risiko besar terhadap kepunahannya dalam waktu dekat di alam liar.


Post a Comment for "Penangkaran, Upaya Nyata Pelestarian Jalak Bali"